Karena bingung mau ngisi blog dengan apa, jadinya aku posting cerpen yang aku buat aja ...
“Ryo ingin mobil-mobilan, boleh
kan bu? “
. . . . .
Kupandangi
sebuah kalender yang tergantung di dinding putih kamarku.
“April”
dan kuamati sebuah lingkaran merah yang kutulis dengan spidol di lembaran
kalender itu tepatnya pada angka “6” . Aku tersenyum memandang kalender itu, april megingatkannku
pada moment semasa kecil yang terjadi tiap tahunnya.Ya aku masih ingat itu, aku
selalu minta berbagai macam hal sebagai kado ulang tahunku. Dan terutama yang
paling banyak aku minta adalah mainan! Kadang aku sampai merengek-rengek pada
ibu gara-gara aku meminta mainan sebagai kado, Tapi ibu selalu tidak
mengabulkannya. Ya bukannya tidak menijinkan, tapi karena aku selalu menghancurkannya
tiap kali dibelikan hahahaha. Sebentar
lagi aku akan menginjak usia 16 tahun. Pastinya, tidak lagi ada mainan yang aku
inginkan. Jadi kado yang kuminta apa ya???
TOK!
TOK! TOK! TOK!
“Siapa?
Masuk aja!” seruku mempersilahkan masuk.“Kakak... “ seorang anak kemudian terlihat melangkah masuk ke kamarku
dengan wajah dan suara lesunya. “Apa?” jawabku singkat sembari sibuk menata buku yang akan kubawa ke sekolah. “Aku
pinjam sepatu donk, hehe” pinta anak itu padaku. “Hah?! Emang kenapa lagi
sepatu mu???” sekejap aku terkejut sambil menoleh ke arahnya, karena ini sudah
ke lima kalinya dalam seminggu ia meminjam sepatuku.“Basah, kemarin kena hujan.
Ya kak? Pleaseee!!! “ pintanya dengan ekspresi wajah tanpa dosa yang menjadi
keahliannya.“Enggak! Sepatunya mau aku pakai nanti!” jawabku acuh sembari
menyelempangkan tas di bahu.“ayolah kak, “ namun tetap ia merengek, aku hanya
memasang tampang cuek sambil mulai berjalan melaluinya.
Tapi....
“Kakak, kumohon! Ya? Ya?” ia tetap merengek
sambil berusaha menghentikan langkahku dengan menarik tasku. “arghh, ya udah
ambil sana!” jawabku sambil menarik tasku kesal dari tangannya. “Iya! Hahaha”
dia tertawa puas seolah-olah sudah menang dariku. Sshhh,, baiklah kau menang
lagi kali ini adik laki-lakiku “VIO” !
Vio
adalah adik laki-lakiku. Adik laki-laki kecil manis yang kini sudah dewasa dan hampir pula menyamai ukuran tinggi
badanku.
Adik
kecil yang dulu sering memanggil namaku berulang-ulang dengan wajah dan senyum
polosnya , sekarang sedikit-demi sedikit berubah menjadi wajah yang dewasa
dengan senyum kerennya.
Adik
kecil yang dulu menjadi teman bermain , namun saat ini menjadi musuhku tiap
harinya! ya dulu ketika kecil kami memang rukun, entah kenapa seiring
bertumbuhnya usia kami sering bertengkar. Aku selalu sebal mengingat saat
bertengkar! Apalagi ketika kedua orangtuaku mengetahuinya selalu saja aku yang
disuruh mengalah! Padahal kebanyakan jelas Vio yang salah!
= = = =
= = = = =
Aku
memandangi kertas hasil ulangan itu. Perlahan aku mulai mengernyitkan keningku
kesal! Ingin rasanya ku injak-injak kertas itu! Atau mungkin aku bakar saja
lalu abunya aku buang ke sungai! Mati-matian aku mempelajarinya,tapi hasilnya
ku tetap saja aku harus mengulagi nya! “Ahhh! Sial!” keluhku sambil mengacak-acak
rambutku sendiri.
Dengan
hati terpaksa aku harus kembali membaca kembali tumpukan buku pelajaran yang
sudah ku tata rapi kemarin di lemariku. Dengan kesal aku kembali menghafal
istilah-istilah penting yang tercetak
pada buku yang tebalnya melebihi novel itu, lembar, per lembar.
TOK!TOK!TOK
Seseorang
mengetuk pintu, tapi tetap kuabaikan aku ingin berkonsen dengan pelajaranku.
TOK!TOK!TOK!
Mengetuk
lagi? Biarkan! Pokoknya besok tak ada lagi coretan merah yang ada
dilembaranku..
TOK!TOK!TOK!TOK!TOK!
. . . .
. . . . . . . . . . . .
TOK!TOK!TOK!TOK!TOK!
TOK!BRAK!BRAK!BRAK!BRAK!
“Siapa
sih???” dengan kesal aku membuka pintu kamar dengan kasar, dan ternyata.... “
VIO! Ngapain sih ketok-ketok pintu berulang-ulang! Benar-benar mengganggu!!!” ucapku
dengan emosi kepada anak yang kusebut
adik itu.“Kak, aku mau pinjam baju kakak.” pintanya padaku dengan wajah sok
polosnya. “HAH?! Baju? Buat apalagi juga? Kemana sih barang-barangmu?? Kenapa selalu
pinjam ??? ” sahutku dengan emosi meledak yang tak bisa kupendam lagi. “Aku
enggak punya kemeja biru polos!” jelas Vio dengan nada yang kemudian ikut emosi. “Kenapa tidak beli saja? Kamu benar-benar
menggangguku! Sudah pergi!” jawabku sinis dengan mulai menarik gagang pintu
kamar untuk berusaha menutupnya .
“Kak!
Aku minta baik-baik! Kenapa jawabannya seperti itu? Pelit sekali!” sahutnya
dengan nada sinis sembari memalingkan wajahnya. “Karena kamu sudah menggangguku
belajar!!! KAU SANGAT MENGANGGUKU!” tak sadar aku membentak adikku
lagi, yang kemudian berhasil membuatnya terdiam dengan raut wajahnya yang berubah
menjadi sedikit ketakutan.
“Ryo,
apa yang kau lakukan? Membentak-bentak adikmu??” ibu tiba-tiba datang dengan
seraya merangkul Vio yang wajahnya mulai memucat itu. “Dia yang salah seenaknya
menggebrak-gebrak pintu kamarku!” bantahku kepada ibu. “ma..maaf.. memang aku
yang salah,” kata Vio yang lalu berlari ke arah kamarnya dengan menundukkan
wajahnya. “Hah! Selalu saja seperti itu, Vi aku tak mungkin lagi tertipu dengan
wajah melasmu itu!!” teriakku kesal ke arah pintu kamar berwarna biru itu.“Ryo,
kau sudah keterlaluan , sudah berapa kali ibu bilang jangan kasar dengan
adikmu!” dan ibu malah lagi-lagi membela
si adik yang menyebalkan. Selalu saja VIO! VIO DAN VIO! UKHH! “Terserah!”
kuucapkan kata terakhir itu dengan kesal dan langsung masuk ke dalam kamar
sembari menutup pintu dengan keras melampiaskan kekesalanku. BRAK!
= = = =
= = = = =
“Yey~~~!!!!!” teriakku sambil bangkit dari bangku tempat ku
duduk. “Apa?Apa?” sahut Luki yang terkejut dengan teriakanku yang tiba-tiba
memecah keheningan kelas. “Lihat!! Aku tidak mengulang ujianku lagi!!”
seruku dengan bersemangat memamerkan selembar kertas bertuliskan angka “100”
dengan spidol merah. “Ahhh! Aku ikut senang Ryo!hahhaa” respon Luki sambil mengacak-acak rambutku. “Sudah!Sudah
semuanya tenang!” seru wali kelas yg kemudian menertibkan kembali semua murid.
“Besok
jangan lupa kalian bawa prakarya kalian untuk dikumpulkan.!”
“Iya~!”
= = = =
= = = = =
“Ahhh,,,
hari ini aku akan bersantai sepuas-puasnya” ucapku saat berjalan menuju rumah
dengan tak henti-hentinya memandang kertas ulanganku itu. “Aku pulang!” ucapku saat
masuk kedalam ruangan rumah. Seperti biasa aku mendengar balas sapaan dari arah
dapur.“Iya, cepat ganti baju ibu sudah menyiapkan makan siang untukmu..” Aku
segera berlari menuju kamar, bayangan rencana-rencana menyenangkan sudah
menumpuk dikepalaku saat ini. Ya ini saatnya bersantai!
Tapi.....
Apalagi ini????
Aku terkejut
saat melihat prakaryaku tergeletak hancur dilantai,, dan pelakunya...
“ Apa
yang kau lakukan??” aku lagi-lagi membentak adikku sembari mendorongnya menjauh
dari prakaryaku yang kini tinggalah
potongan-potongan yang tak bernilai. “Maaf kak aku tidak sengaja
menjatuhkannya...” ucap Vio dengan wajah menyesalnya dan tak berani menatap
kearahku.“Kenapa selalu saja membuat masalah! Dan mau apalagi masuk kekamarku
tanpa ijin??” ucapku lagi bertanya pada
anak yang telah menghacurkan prakarya hasil kerjaku dalam 2 minggu.“Aku hanya
ingin mengembalikan sepatu kak,” jawab Vio memberi alasannya padaku. “Udah, kamu
selalu saja banyak alasan!” ujarku
dengan nada yang meninggi.
“Ryo,
ada apa lagi pulang sekolah sudah bertengkar lagi, sudahlah kan adikmu sudah
bilang dia tidak sengaja.” jelas ibu yang kembali membela Vio sembari merangkul
pundaknya. “ Apa bu? Adik? Lagi-lagi Vio? Apa ibu tidak melihat prakaryaku yang
kini tinggal sampah itu?? Dan itu semua gara-gara VIO!” jelasku dengan emosi,
berulang kali aku bertengkar dengan Vio tapi tak tidak seperti hari ini emosi
ku benar-benar telah memuncak.
Suasana
sekejap menjadi hening, aku yang sudah tidak dapat memendam emosi, tanpa
berkata-kata langsung pergi melangkahkan
kaki ini dengan cepat meninggalkan rumah. Sungguh hari ini aku benar-benar
kesal dengan semuanya!
“Kak!” .Kudengar
suara Vio berulang kali memanggilku sambil langkahnya terus terdengar mengejarku, namun aku tetap berjalan tanpa
sedikit pun menoleh ke arah belakang.
“Kakak!!”
Vio tetap berusaha memanggilku dengan suara
yang semakin kencang , tapi kembali aku tak menghiraukannya dan tetap berjalan
lalu menyebrangi jalan untuk lebih bisa
menghindar.
“Kakak!!!”
namun suara itu tetap saja terngiang pada indra pendengarku. Dia
benar-benar hanya bisa mencari perhatian saja!
Mungkin lebih baik jika dia tidak
ada!!
“Kakak
tunggu!!”
BRAAAAAAAAKKKKK!!!!!.
= = = = = = =
=
Tunggu,
kemana suaranya?
aku
tidak dapat mendengarnya lagi,
Suara adik yang menyebalkan itu. . .
Kutolehkan
wajahku kebelakang dan yang kudapati, adikku itu telah tergeletak dengan darah
di sekujur tubuhnya yang berseragam sekolah
Sebuah mobil telah menabraknya dan membuatnya jatuh tersungkur dijalan
aspal yang panas. Semua orang mengerumuni tubuh kecilnya yang jatuh tak
sadarkan diri. Dan aku kakaknya yang telah berada di seberang jalan, hanya bisa
memandang tubuhnya yang penuh darah itu dari kejauhan dengan terdiam membatu
....
Apa benar ini yang aku
inginkan?? Tidak mendengar suaranya
lagi?? Ingin ia menghilang dari pandanganku??
Ini semua salahku, aku tidak pantas disebut “Kakak”..
= = = =
= = = =
Kupandang
kini Vio terbaring lemah disebuah kasur putih, balutan perban melilit sekujur
tubuhnya dengan jarum infus yang menancap di pergelangan tangannya. Nafasnya
pun harus dibantu dengan sebuah tabung oksigen. Matanya terus saja tertutup
sejak kecelakaan itu terjadi. Ibu menemaninya selama ber-jam-jam dengan mata
yang sembab akibat terus menangis melihat keadaan anak ke dua nya itu yang
sedari tadi tak sadarkan diri.
Dan
aku dapat hanya berdiri di luar kamar perawatan, melihatnya dari sebuah kaca
transparan, sebuah atmosfer kesedihan dalam ruang itu. Aku takut untuk
melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang itu, aku tidak tega melihat adikku yang
terbaring diam dengan berbagai macam alat kedokteran yang terpasang disekujur
tubuhnya. Dan itu semua gara-gara aku!
“Ryo,
apa kamu tidak ingin masuk?” ucap ibu yang menyadarkanku dari lamunan. “... aku
melihat dari sini saja” aku terlalu
bersalah , dosaku sangat besar pada Vio, aku tidak pantas untuk menjenguknya.
= = = =
= = = = =
“5 April”
1 hari menuju hari ulangtahunku.
Semua
orang saat ini sedang berada di rumah sakit, hanya tinggal aku sendirian di
rumah ini. Sepi..
Berbeda
dari tahun-tahun sebelumnya, biasanya sehari sebelum ulang tahunku keluarga
kami selalu bersenang-senang dengan makan malam bersama di rumah. Lalu di akhir
acara pasti ibu bertanya “Ryo kado apa yang kau inginkan untuk ulangtahunmu?”. Tapi
saat ini tak ada acara makan bersama lagi, tak ada pertanyaan itu lagi, mungkin
semua juga melupakan kalau besok adalah hari ulang tahunku. Yang ada saat ini
adalah perasaan kesedihan, kesepian, dan tetesan air mata.
= = = = =
= = = = = =
Malam
itu aku bermimpi, bermimpi tentang kejadian masa kecil yang mungkin hampir hilang
tertimbun oleh berbagai macam kenangan lain.
“Ryo kado apa yang kau inginkan
untuk ulang tahunmu besok?”
“Ryo ingin mobil-mobilan boleh
ya...?”
“Ahh, tidak boleh Ryo, karna kamu
selalu menghancurkan kali ini yang lain saja ya?.”
“Uhm,kalau gitu,, ryo ingin punya adik laki-laki”.
Aku
mendadak terbangun dari tidur lelapku. Hari masih sangat pagi, jarum jam masih
mengarah ke arah angka 4. Mimpi saat ku tidur itu telah mengingatkanku pada
sebuah kejadian penting yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
SRAKKK...
Apa ini ? sebuah lembaran tak sengaja jatuh dari bawah bantalku. Dan isinya
sebuah tulisan.
= = = =
= = = = =
Aku
langsung bergegas menuju ke rumah sakit , aku ingin bertemu dengannya. Bertemu
dengan adik yang menyebalkan itu. Bertemu adik yang selama ini selalu menjadi
musuh bebuyutanku.Mendengar semua jawaban sinis dan tawa yang selalu
menyindirku.
Kini
tubuhku tiba di depan pintu kamar tempat
Vio dirawat. Langkah kaki ini rasanya masih berat untuk dapat berjalan memasuki
ruang kamar bertuliskan angka 12. Namun, kemudian tanganku mulai memutar daun
pintu itu perlahan.
Aku
berjalan dengan perlahan menuju kasur dimana Vio terbaring. Aku melihat wajahnya
pucat, dia hanya terdiam seperti sebuah boneka yang tak bernyawa. Kemudian aku
duduk disebuah kursi yang biasanya dipakai ibu ber-jam-jam untuk dapat menemani
Vio. Aku masih menggenggamnya sedari tadi, lembaran yang kutemukan saat aku terbangun
ketika pagi, lembaran itu ditulis oleh Vio..
“Kak, aku selalu
membuat kakak selalu disalahkan,, aku selalu membuat kakak menjadi marah, aku
selalu membuat kakak menjadi sedih. Dimata
kakak mungkin aku adalah orang yang paling jahat dan yang paling kakak benci.
Mungkin kakak selalu berpikir, andai aku tidak ada di dunia ini.
Tapi kak, aku sangat sayang pada
kakak, kakak lah orang sangat kusayang. Kakaklah orang yang sangat aku kagumi, selalu kubangga-banggakan di depan
teman-temanku dan mungkin memang benar
aku sayang kakak sejak aku lahir kedunia ini.
Mungkin kakak sudah lupa dengan
kenangan ini tapi aku selalu mengingat kenangan ini sejak diceritakan oleh ibu
, kata pertama saat aku bisa berbicara bukanlah
“ibu” atau “ayah” tapi .... “Kakak”,
Hahaha aku sangat heran saat mengetahui cerita itu, tapi dari situ aku tau
bagiku kakak orang yang paling berarti...
Maaf kak...
Vio”
Benar,
aku memang tidak mengingat kenangan itu! Kenangan itu sudah hampir hilang
karena yang ada di otakku hanyalah kejadian-kejadian saat ku sangat kesal padamu! Padahal selama
ini lebih banyak kenangan menyenangkan yang ada.
Bukan, bukan hal ini yang aku
minta! Aku yang salah , aku memang tidak pantas menjadi seorang kakak! Aku
seorang kakak yang tidak bertanggung jawab! Selalu berandai-andai jika adikku tak ada di dunia ini. Padahal sebenarnya orang
yang meninginkannya terlahir kedunia ini adalah aku...
Aku
menggenggam tangan kecil Vio, sambil menundukkan kepala di samping tubuhnya
yang terbaring lemas tak berdaya. Air mataku jatuh perlahan membasahi tangan Vio
yang kugenggam dengan erat itu.
Sebuah
penyesalan yang aku dapatkan, telah membuat adik yang selalu menyayangi
kakaknya yang jahat dengan ketulusan ini terbaring lemas tanpa tenaga. Aku telah
gagal menjadi seorang kakak!
Andai.
Andai pertanyaan itu masih ada di hari ulang tahunku saat ini...
“Ryo kado apa yang kau inginkan
untuk ulang tahunmu.?”
Aku
akan menjawab..
“Aku ingin mendengar suara adikku
memanggil namaku lagi, melihat tawanya, bercanda dengannya, aku ingin adikku
ini kembali sehat seperti sebelumnya!”
= = = = = = = =
“Kakak..”
Suara
ini, suara yang kurindukan. Memanggilku dengan suara kecil dengan nada yang
masih terdengar lemah.
“Vio???”
Aku
menoleh kearah Vio, kudapati ia telah membuka kedua matanya yang sudah beberapa
hari ini tertutup.“Kak selamat ulangtahun. Aku tidak telat kan?” ucapnya dengan
melekukan senyum di bibir kecilnya.“Enggak, kamu mengucapkan dihari yang tepat.Terima
kasih.Maaf..” ucapku pada Vio dengan tetap menggenggam tangannya erat. “Tak apa
kak, senang,bisa mengucapkan dihari yang tepat, hehehe” katanya dengan tawa
kecilnya. Aku tersenyum pada Vio, adikku yang menyebalkan itu, adikku yang
selalu menjadi musuhku.
Hari
ini aku telah mendapatkan kado yang sangat berharga. Kado itu bukanlah barang
yang mewah. Kado itu bukanlah barang yang mahal. Tapi kado itu adalah
kembalinya suara dan senyum adik yang sangat kusayangi.
Untuk kelahiranmu....
Untuk pertemuan
denganmu.....
Sehingga aku bisa
bersamamu saat ini, terima kasih...
THE END
Inspirasi cerita ini dari idolaku dan adiknya Ryutaro Morimoto dan Shintaro Morimoto
(●^o^●)